Johannes Rettob dan M. Yasin Djamaludin |
Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menilai gugatan kuasa hukum Plt Bupati Mimika Johannes Rettob terhadap Undang-Undang Kejaksaan merupakan corruptor fight back atau perlawanan balik koruptor. Hal itu dikatakan Ketut saat dimintai pendapatnya di Jakarta, Senin (20/3/2023).
Ketut juga menilai gugatan itu serampangan, sebab penggugat yang bernama Yasin Djamaludin merupakan kuasa hukum terdakwa korupsi Johannes Rettob, sehingga menimbulkan konflik kepentingan.
"Bisa juga dibilang upaya serampangan. Ada konflik kepentingan di sana. Mereka ini kan pengacara yang tersangkanya itu telah disidik oleh Kejaksaan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, Senin (20/3/2023).
Ketut juga menanggapi dengan santai perihal subtansi gugatan itu, sebab penyidik di berbagai negara tidak cuma berasal dari kepolisian.
"Di negara manapun yang namanya penyidik itu tidak hanya penyidik Kepolisian," ujarnya.
Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan diatur tidak hanya dalam satu undang-undang yang berlaku di Indonesia. Hal itu, menurut Ketut, membuktikan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan, khususnya tindak pidana korupsi.
"Yang paling krusial adalah kewenangan Kejaksaan tentang penyidikan kasus korupsi tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan tapi juga diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang KPK. Sebesar itu," ujar Ketut.
Yasin Djamaludin, kata Ketut, bukan merupakan pihak yang pertama kali menggugat Undang-Undang Kejaksaan terkait pasal yang berhubung dengan tindak pidana korupsi.
Meski telah digugat berkali-kali, namun tidak menghilangkan kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.
"Itu sudah dilakukan gugatan, baik dilakukan ke MK maupun di MA. Dan faktanya bahwa kita masih mempunyai kewenangan itu." kata Ketut.
Untuk diketahui, Yasin Djamaludin merupakan salah satu pengacara Plt Bupati Mimika Johannes Rettob dalam perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter milik Pemkab Mimika.
Yasin menggugat Undang-Undang Kejaksaan RI ke Mahkamah Konstitusi. Dan gugatan itu telah teregister di MK sejak 16 Maret lalu dengan nomor 28/PUU-XXI/2023.
Dalam petitum gugatannya, Yasin sebagai penggugat meminta Hakim Konstitusi membatalkan Pasal 30 Ayat (1) Huruf D Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Selain pasal tertentu pada UU Kejaksaan, Yasin juga meminta MK untuk membatalkan Pasal 39 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Yasin juga meminta agar Hakim Konstitusi menghapus frasa "atau Kejaksaan" dalam Pasal 44 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal-pasal tersebut, dianggap oleh Yasin, bertentangan dengan konstitusi dasar Republik Indonesia.
"Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945," kata Yasin seperti yang dikutip dari permohonan yang teregister di MK.
Sebagaimana diketahui, pasal-pasal yang digugat itu merupakan dasar hukum kewenangan Kejaksaan melakukan penyidikan, khususnya dalam bidang tindak pidana korupsi.
Satu di antaranya, Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut berbunyi:
Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik Kepolisian atau Kejaksaan. Stv
WhatsApp +6282122323345Email admin@yapekopa.org