YAPEKOPA

Kuasa Hukum Lukas Enembe Minta Penjelasan KPK terkait Panggilan sebagai Saksi

kuasa_hukum_lukas_enembe_mangkir_panggilan_kpk
Stefanus Roy Rening, salah satu kuasa hukum Lukas Enembe

Jakarta- Kuasa hukum Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening dan Aloysius Renwarin mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 17 November 2022. Hal tersebut berkaitan dengan pemanggilan keduanya dalam kasus dugaan suap dengan tersangka Gubernur Papua periode 2018 hingga 2023, Lukas Enembe.

”Sebelum diperiksa, kami minta klarifikasi pada KPK terlebih dahulu terkait dengan pemanggilan kami berdua, sebagai saksi dalam kasus yang menjadikan klien kami (Gubernur Papua Lukas Enembe) sebagai tersangka,” kata Roy dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 18 November 2022.

Roy menjelaskan, sebelum mengirimkan surat klarifikasi terhadap KPK pihaknya telah melakukan pengaduan kepada pimpinan organisasi advokat Peradi, Luhut MP Pangaribuan. Hal itu, kata dia, untuk mendapatkan saran sebelum melangsungkan pemeriksaan di KPK sebagai saksi kasus suap Gubernur Papua, Lukas Enembe.

”Intinya Pak Luhut mendukung langkah kami, dan akan mengkaji aduan kami sebagai upaya organisasi melindungi anggotanya,” ujar Roy.

Baca juga

Kadisnaker Papua Terbukti Terima Gratifikasi dari PT Freeport Indonesia dan Menunggu Sanksi

Sebagai seorang pengacara, kata Roy, ia ditugaskan untuk melindungi kliennya seperti yang telah diatur Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat. Karenanya, ia meminta KPK harus memiliki kejelasan tujuan pemanggilan terhadap ia dan rekannya.

”Dimana, disebutkan dalam pasal tersebut, bahwa Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan," tutur Roy.

Lebih lanjut, kata Roy, pihaknya telah melakukan pendampingan dan advokasi hukum untuk Lukas Enembe berdasarkan kewenangan yang diberikan negara. Kewenangan tersebut, katanya lagi, dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang advokat.

Baca juga

Kejahatan Freeport Terhadap Karyawan Mogok Kerja

Roy mengaku bahwa ia tidak berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP), pada saat peristiwa dugaan gratifikasi Gubernur Papua itu terjadi. Maka Ia menilai pemanggilan yang dilakukan KPK kepadanya tidak sesuai prosedur yang berlaku.

”Saat kejadian, kami berada di tempat lain. Kami tegaskan bahwa, kami sama sekali tidak mengetahuinya, mendengarnya, melihatnya dan mengalaminya," jelasnya.

"Sehingga tidak tepat jikalau penyidik KPK memanggil kami untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara a quo,” sambungnya.

Baca juga

Plt Bupati Mimika Diduga Terlibat, Mahasiswa Papua Minta Kejagung Segera Tetapkan Tersangka Dalam Kasus Dugaan Korupsi Pesawat dan Helikopter di Mimika

Menurut Roy, seseorang dapat dimintai keterangan sebagai saksi untuk suatu perkara jika ada berupa bukti yang didengar, dilihat dan dialami sendiri. Hal tersebut, kata dia, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 26 KUHAP terkait seseorang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

“Perlu kami sampaikan, THAGP dalam melakukan pendampingan atau advokasi hukum, telah memberikan ruang dan kesempatan seluas-luasnya kepada penyidik, untuk melakukan pemeriksaan kepada Gubernur Papua, pada hari Kamis di kediamannya di Koya Tengah, Jayapura,” ujar Roy. Dnl

WhatsApp +6282122323345
Email admin@yapekopa.org

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak