YAPEKOPA

Aser Gobai Minta Pemerintah Pusat Lindungi Hak Masyarakat Adat di Mimika dan Buruh

masyarakat_adat_timika_tolak_amdal_freeport
Presiden Indonesia Joko Widodo (kiri) dan CEO Freeport McMoRan Richard C. Adkerson (kanan)

Timika-Masyarakat Pemegang Hak Ulayat di wilayah operasi perusahaan asal Amerika Serikat Freeport McMoRan di Kabupaten Mimika Papua, menyatakan pembahasan soal pembaharuan AMDAL Freeport tidak lah sah. Alasan itu dikemukakan oleh perwakilan masyarakat adat setempat Janes Natkime di Timika beberapa waktu lalu.

Menurut Janes Natkime, jika merujuk pada poin nomor 9 Forum MoU 2000, setiap kali PT Freeport Indonesia (PTFI) lakukan pembicaraan maupun pembahasan yang berkaitan dengan penggunaan lahan adat harus bersama-sama atau sejalan dengan pemegang hak atas lahan adat.

Untuk itu, Janes meminta agar ke depannya pemerintah dan freeport harus melibatkan masyarakat adat secara resmi dan yang bukan bagian dari karyawan freeport itu sendiri.

"Kami mau ke depan pemerintah harus melibatkan pemilik hak ulayat untuk duduk bersama." Ujar Janes Natkime.

Masyarakat adat setempat, kata Janes Natkime, sangat menyesal karena kunjungan Presiden Jokowi ke Timika langsung ke Tembagapura dan tidak memberikan ruang bagi mereka menyampaikan keluh kesah maupun aspirasi untuk didengar.

"Kami sayangkan yang mulia pak Presiden Jokowi turun ke timika langsung ke Tembagapura tanpa melibatkan pemilik hak ulayat, kami menyesal luar biasa," lanjut Janes Natkime di kediamannya Jalan Agimuga Mile 32, Sabtu (29/10/2022).

Mendukung pernyataan Janes Natkime, Aser Gobai selaku pemerhati lingkungan dan hak asasi manusia di Timika, menyatakan bahwa Pemerintah Pusat merupakan organ negara yang menjadi jembatan terakhir penghubung masyarakat adat dan buruh di Papua dengan PT Freeport Indonesia.

"Untuk itu, negara harus menjadi fasilitator antara freeport dan masyarakat adat serta buruh demi pemenuhan pemilik hak atas lahan adat dan buruh yang hak-haknya belum dipulihkan oleh PT Freeport Indonesia," kata Aser saat dihubungi untuk diminta tanggapannya terkait nasib masyarakat adat di Timika dan hak buruh.

Pemerintah dengan kekuasaan negara, kata Aser, merupakan harapan terakhir masyarakat kelas bawah untuk mendapatkan keadilan. Karenanya, negara bukan saja harus mendapat pengaduan tapi juga harus mencari masalah-masalah apa yang dapat diselesaikan melalui kekuasaan pemerintah sebagai pengelola negara.

"Lembaga peradilan tidak bisa dijadikan harapan terakhir ketika masyarakat akar rumput berhadapan dengan penguasa seperti freeport, sehingga pemerintah dengan power yang ada di tangannya harus turun mencari problem yang perlu mendapat penanganan di luar dari lembaga peradilan" kata Aser.

"Jangan freeport dibuat seperti sebuah negara sementara masyarakat dibuat seperti sapi perah, sapi perah yang juga tidak pernah mendapat perawatan dari negara," lanjut Aser.

Aser menambahkan, "jika Indonesia merupakan negara merdeka, pemerintah harus bertindak sebagai pelindung masyarakat dari korporasi asing yang karena ijin usaha bisa berbisnis dan menggunakan tenaga kerja lokal," kata Aser. Stv

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak