Amnesty Internasional Mengutuk Keras Tindakan Penyiksaan Anak Dibawah Umur oleh TNI di Keerom Papua

tni_siksa_anak_dibawah_umur_karena_dituduh_mencuri_burung
Amnesty Internasional mengecam tindakan penyiksaan terhadap anak di Kabupaten Keerom Papua dan yang dilakukan oleh TNI

Jakarta - Kasus penyiksaan terhadap tiga anak yang diduga dilakukan oleh oknum anggota TNI  di Kabupaten Keerom Papua mendapat perhatian serius dari sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia.

Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid bahkan mengutuk keras tindakan brutal yang diduga dilakukan oleh oknum TNI tersebut. 

"Kami mengutuk keras tindakan penyiksaan yang dilakukan sejumlah aparat keamanan terhadap anak di bawah umur." tegas Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, (28/10/2022).

Peristiwa terbaru ini menurut Usman menjadi bukti kesekian kalinya dari penyiksaan terhadap anak, di antaranya sebagaimana telah terjadi di Sinak, Kabupaten Puncak, Papua pada tanggal 22 Februari 2022. 

"Beberapa anak yang mendapatkan luka sangat parah, dirujuk menuju rumah sakit, dan ada yang meninggal dunia," ungkap Usman Hamid. 

Menurut Usman Amnesty Internasional menilai kejadian penyiksaan tersebut mempertegas rendahnya penghormatan aparat pada manusia dan kentalnya kultur kekerasan oleh aparat keamanan yang bertugas di  Papua.

Selain menambah daftar panjang pelanggaran HAM, peristiwa ini juga memperkuat anggapan bahwa negara tidak mampu untuk mengakhiri masalah sistemik dan mengakar di Papua, yaitu Kekerasan dan pelanggaran HAM.

"Alih-alih menyelesaikan peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM sebelumnya secara adil, pemerintah cenderung defensif dan menggunakan pendekatan yang berulang dan tanpa koreksi." Ungkap Usman Hamid.

Ditambahkan Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid bahwa  tindakan penyiksaan dalam hukum internasional hak asasi manusia merupakan bagian dari ius cogens, sehingga tidak dapat diperkenankan dalam situasi apapun, termasuk keadaan perang. Norma tersebut juga senada dengan mandat konstitusi yang menyebutkan bahwa hak untuk tidak disiksa adalah hak yang tidak dapat dikurangi.

"Aksi penyiksaan itu memalukan. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (UNCAT) lewat undang-undang No. 5 Tahun 1998. Sayangnya penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan masih kerap terjadi, bahkan melibatkan aktor negara," tambahnya.

Tindakan aparat tersebut juga melecehkan upaya perlindungan agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

"Pertama, negara harus bertanggung jawab dengan mengusut tindakan penyiksaan tersebut secara efektif, terbuka dan akuntabel di peradilan HAM. Negara harus menghukum siapapun yang terbukti terlibat dalam tindakan penyiksaan.

Ketiga, negara harus segera melakukan pemulihan secara optimal baik secara fisik dan psikis terhadap korban dan keluarga korban," pungkasnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak