Demonstrasi Buruh Moker Freeport di kantor DPRD Mimika |
Yapekopa, Jakarta - Ombusman Republik Indonesia atau ORI melakukan pertemuan secara daring bersama Pemprov Papua pada hari ini (Senin, 22/08/22) terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku ASN yang dilakukan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM dan Tenaga Kerja Provinsi Papua, Omah Laduani Ladamay, dengan cara menerima fasilitas mendatangkan saksi dan bantuan hukum yang diduga dibiayai oleh PT Freeport Indonesia selama di ruang pengadilan
Perwakilan Buruh Moker Freeport di Jakarta, Stefen Yawan mengatakan ORI melakukan pertemuan bersama Pemprov Papua guna meminta kalarifikasi Gubernur Papua terkait laporan hasil pemeriksaan Inspektorat Provinsi Papua yang belum ditindaklanjuti oleh gubernur.
"ORI minta klarifikasi gubernur terkait LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) Inspektorat Papua yang memeriksa Kadisnaker Provinsi Papua atas dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku ASN yang diduga dilakukan oleh Kadisnaker," ujar Stefen saat dihubungi melalui panggilan telepon seluler.
Lebih lanjut dikatakan bahwa "sudah ada hasil pemeriksaan Inspektorat Provinsi Papua yang sudah diserahkan kepada gubenur untuk Gubenur mengambil keputusan, tetapi lebih dari dua tahun pasca pengaduan kami dan sampai saat ini tidak ada kejelasan baik dari KASN sendiri maupun Pemprov Papua," lanjut Stefen.
Sebelumnya, Stefen mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya membuat pengaduan maladministrasi ke Ombudsman karena mereka menilai KASN lalai menjalani tugasnya dan Pemprov Papua dinilai melindungi pihak yang diduga menerima gratifikasi dari PT Freeport Indonesia.
"Kami buat pengaduan ke Ombudsman untuk subtansi persoalan yang sudah kami adukan sejak Agustus 2020 ke KASN, tetapi tidak ada kejelasan dari KASN sampai saat ini, dan Pemprov Papua sendiri kami nilai mereka berusaha melindungi pelaku yang diduga menerima gratifikasi dari freeport," katanya.
Gratifikasi, Stefen pun menjelaskan dugaan itu terjadi dalam ruang Pengadilan Tata Usaha Negara di Jayapura pada saat berlansungnya sidang gugatan fiktif positif pada Tahun 2020 lalu.
"Jadi, Kadisnaker Papua ini kami duga mendapat gratifikasi dari PT Freeport Indonesia dalam ruang persidangan yang waktu tepatnya saya tidak ingat, tapi pada pertengahan Tahun 2020," jelasnya.
Bentuk gratifikasi yang dimaksud oleh Stefen yakni mendapat bantuan hukum di luar dari Biro Hukum Provinsi Papua dan mendatangkan saksi dari luar Jayapura.
"Dalam persidangan, Dinas Tenaga Kerja menggunakan pengacara yang sering digunakan freeport dalam kasus perselisihan hubungan industrial untuk melawan karyawan, dan saksi-saksi yang didatangkan oleh Kadisnaker adalah karyawan PT Freeport Indonesia dan ada yang berasal dari kantor freeport di Jakarta," ujar Stefen yang menjadi koordinator perwakilan Buruh Moker Freeport di Jakarta.
Menurut Stefen, bantuan hukum dan mendatangkan saksi yang menjadi alasan mengapa ia dan rekan-rekan mengadukan Kadisnaker Provinsi Papua ke KASN. Hal itu karena ia dan rekannya sudah melakukan pemeriksaan secara mendalam dan mereka tidak menemukan satu bukti yang bisa menjelaskan bahwa Dinas Tenaga Kerja punya surat persetujuan untuk menggunakan jasa pengacara dari luar serta mempunyai catatan pengeluaran anggaran untuk membayar pengacara dan mendatangkan saksi-saksi dari luar Jayapura dan dari luar Papua. (Samuel)
Email: admin@yapekopa.org