Hakim Mahkamah Agung RI Sahkan Mogok Kerja Karyawan PT Freeport Indonesia

Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, S.H., M.H.

Yapekopa, Jayapura - Melalui Siaran Pers Nomor 027/SP-LBH-Papua/XI/2021 yang diterbitkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua) dan yang ditandatangani oleh Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, S.H., M.H. meminta kepada PT Freeport Indonesia untuk segera mengakifkan kembali kartu identitas para karyawan yang melakukan mogok kerja dan mengaktifkan kembali rekening para karyawan untuk menerima gaji pokok selama para karyawan melakukan mogok kerja dan mengaktifkan kembali sistem asuransi dan jaminan kesehatan para karyawan serta segera pekerjakan kembali para karyawan yang melakukan mogok kerja.

LBH Papua juga meminta kepada Gubernur Provinsi Papua, sebagai kepala pemerintahan di Papua, untuk meminta dan mendesak Pimpinan PT Freeport Indonesia agar segera melaksanakan isi Surat Penegasa Gubernur Papua Nomor 540/14807/SET perihal Penegasan Kasus Mogok Kerja PT Freeport Indonesia, tertanggal 19 Desember 2019.

Dalam siaran pers tersebut, Emanuel Gobay juga meminta kepada Ketua DPR Papua untuk segera membentuk Pansus guna menyelesaikan permasalahan Buruh Mogok Kerja Freeport yang telah berjalan sejak Tahun 2017 sampai dengan saat ini, agar permasalahan ini bisa lebih jelas duduk perkaranya setelah DPR Papua lakukan pemeriksaan dan penelahan melalui Pansus yang dibentuk oleh lembaga legislatif provinsi.

Berikut adalah Siaran Pers LBH Papua

Siaran Pers :Nomor : 027/SP-LBH-Papua/XI/2021
HAKIM MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NYATAKAN MOGOK KERJA YANG DILAKUKAN OLEH  8.300 BURUH PT FREEPORT INDONESIA SAH


“Gubernur Propinsi Papua, Ketua DPRP, dan Ketua MRP Segera Perintahkan Manajemen PT Freeport Indonesia Aktifkan Gaji Pokok, Asuransi dan Pekerjakan Kembali 8.300 Buruh  PT. Freeport Indonesia Yang Mogok Kerja Secara Sah”

Pengakuan Mogok Kerja Sah atas Mogok Kerja yang dilakukan oleh 8.300 Buruh PT Freeport Indonesia sebenarnya telah diakui oleh Dinas Ketenagakerjaan Propinsi Papua berdasarkan Surat Dinas Ketenagakerjaan Propinsi Papua Nomor 560/127, perihal Penjelasan Penanganan Kasus PT Freeport Indonesia yang dikirimkan kepada; 1. PT Freeport Indonesia; dan,  2. PC SP KEP SPSI Kab. Mimika tertanggal 12 September 2018. Selain itu, oleh Gubernur Propinsi Papua, berdasarkan Surat Penegasan Gubernur Papua terkait Kasus Mogok Kerja PT Freeport Indonesia Nomor 540/14807/SET, Perihal : Penegasan Kasus Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia, tertanggal 19 Desember 2018

Sekalipun demikian diabaikan oleh Manajemen PT Freeport Indonesia sebagai terlihat dalam tanggapan Manajemen PT Freeport Indonesia atas Surat Gubernur Papua Lukas Enembe yang meminta perusahaan mempekerjakan kembali eks karyawan, dan membayar hak-hak mereka selama mogok kerja berlangsung sejak Mei 2017. Pada hari kamis, 21 Februari 2019 Juru Bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengatakan "Kami sedang menyiapkan surat ke Pak Gubernur. Pada prinsipnya posisi perusahaan yaitu kita menganjurkan eks karyawan tersebut menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)". Riza yang juga menjabat Vice President PT Freeport Indonesia Bidang Coorporet Communication itu menilai penyelesaian melalui jalur PHI merupakan solusi terbaik untuk mengakhiri polemik panjang terkait permasalahan yang menimpa 2.300 eks karyawan permanen freeport. (Baca Tempo: Freeport Sarankan Eks Karyawan Tempuh Jalur Hukum)

Pada perkembangannya, ada beberapa perwakilan dari 8.300 Buruh Mogok Kerja digugat PHK oleh PT Freeport Indonesia di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Kelas Ia Jayapura dalam  Tahun 2021. Secara terperinci, PT Freeport Indonesia mengajukan Gugatan PHK terhadap;
1. TRI PUSPITAL yang tercatat dalam Register Perkara Nomor 1/ Pdt.Sus-PHI/2021/PN Jap;
2. DEMIANUS JONASEN MAY tercatat dalam Register Perkara Nomor 2 Pdt.Sus-PHI/2021/PN Jap; dan
3. MUHAMMAD ANWAR tercatat dalam Register Perkara Nomor 3/Pdt.Sus-PHI/2021/PN Jap.

Dari ketiga gugatan PHK tersebut, Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Nomor 1/Pdt.Sus-PHI/2021/PN Jap, Pemeriksa Perkara Nomor 2/Pdt.Sus-PHI/2021/PN Jap, dan Perkara Nomor 3/Pdt.Sus-PHI/2021/PN Jap memberikan putusan yang salah satunya adalah “Menyatakan Tergugat telah melakukan pelanggaran mangkir kerja sebagaimana ketentuan Pasal 27 ayat (9) huruf e, Pasal 27 ayat (10) PHI PT Freeport Indonesia 2015 - 2017 dan Pasal 26 ayat (10) PHI PT Freeport Indonesia 2017 – 2019”. 

Atas putusan dengan salah satu amar putusan tersebut, TRI PUSPITAL, DEMIANUS JONASEN MAY dan MUHAMMAD ANWAR mengajukan upaya hukum Kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya terdaftar dalam perkara Nomor 1116 K/Pdt.Sus-PH1/2021 atas nama TRI PUSPITAL, dalam perkara Nomor 1095 K/Pdt.Sus-PHI/2021 atas nama DEMIANUS JONASEN MAY, dan dalam perkara Nomor 1126 K/Pdt.Sus-PHI/2021 atas nama MUHAMMAD ANWAR. Dalam pertimbangan hukumnya,, majelis hakim pemeriksa ketiga perkara pada  Mahkamah Agung Republik Indonesia mengaskan bahwa:

• bahwa Judex Facti tidak mempertimbangkan bukti TK/PR-16 berupa Surat Disnaker Pemerintah Provinsi Papua tanggal 12 September, dan bukti TK/PR-17 berupa Surat Gubernur Papua tanggal 19 Desember, pada pokoknya menyatakan Pekerja yang meninggalkan tempat kerja mulai tanggal 11 April 2017, 18 April 2017, 20 April 2017, dan 1 Mei 2017 sampai adanya aksi mogok kerja dinyatakan sah;
• bahwa oleh karena dalam kedua bukti surat tersebut menyebut tanggal 1 Mei sampai adanya aksi mogok kerja, sehingga jika kedua bukti tersebut dipertimbangkan secara saksama, dapat diperoleh fakta hukum bahwa tidak bekerjanya Tergugat mulai tanggal 21 September 2017 sampai dengan 19 Oktober 2017 karena melakukan mogok kerja yang sah;
• bahwa oleh karena mogok kerja yang dilakukan Tergugat adalah bagian dari kegiatan berserikat yang dilindungi oleh hukum, maka sesuai ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh juncto Ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf g Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terhadap Pekerja yang sedang melakukan kegiatan serikat pekerja mendapat perlindungan dari tindakan pemutusan hubungan kerja, dengan demikian tindakan Penggugat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Tergugat dengan alasan/kualifikasi mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, harus dinyatakan tidak sah, dan Tergugat harus dipekerjakan kembali pada tempat semula.

Berdasarkan ketiga pertimbangan majelis hakim pemeriksa perkara kasasi pada Mahkama Agung Republik Indonesia di atas, membuktikan bahwa “Mogok Kerja yang dilakukan oleh 8.300 Buruh PT Freeport Indonesia yang tercatat dari tanggal 1 Mei 2017 sampai saat ini merupakan MOGOK KERJA YANG SAH yang dilindungi oleh Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh juncto Ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf g Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”.

Dengan berpegang pada pernyataan Juru Bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, yang mengatakan "Kita menganjurkan eks karyawan tersebut menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)" pada tanggal 21 Februari 2019 di Timika serta melihat hasil dari upaya hukum yang dilakukan oleh TRI PUSPITAL, DEMIANUS JONASEN MAY dan MUHAMMAD ANWAR mewakili para Buruh Mogok Kerja dengan hasil di mana majelis hakim pemeriksa perkara kasasi pada Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan bahwa Mogok Kerja yang dilakukan oleh 8.300 Buruh PT Freeport Indonesia yang tercatat dari tanggal 1 Mei 2017 sampai saat ini merupakan MOGOK KERJA YANG SAH yang dilindungi oleh Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh juncto Ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka sudah tidak ada alasan bagi Manajemen PT Freeport Indonesia untuk mencari-cari alibi untuk menyatakan Mogok Kerja yang dilakukan oleh 8.300 Buruh PT Freeport Indonesia tidak sah lagi.

Berdasarkan pada pertimbangan majelis hakim pemeriksa perkara kasasi pada Mahkama Agung Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Mogok Kerja yang dilakukan oleh 8.300 Buruh PT Freeport Indonesia adalah MOGOK KERJA YANG SAH, maka diharapkan Manajemen PT.Freeport Indonesia tidak lagi mencari-cari alasan yang hanya menunjukkan bahwa Manajemen PT.Freeport Indonesia tidak menghargai hak buruh yang melakukan mogok kerja yang merupakan hak dasar buruh sebagaimana diatur pada Pasal 137, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan berpegang pada pertimbangan majelis hakim pemeriksa perkara kasasi pada Mahkama Agung Republik Indonesia menyatakan bahwa Mogok Kerja yang dilakukan oleh 8.300 Buruh PT Freeport Indonesia adalah MOGOK KERJA YANG SAH, maka Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua selaku Kuasa HUkum 8.300 Buruh Mogok Kerja PT.Freeport Indonesia menegaskan kepada;

1) Pimpinan PT Freeport Indonesia segera Aktifkan Gaji Pokok, Asuransi dan Pekerjakan Kembali 8.300 Buruh  PT. Freeport Indonesia Yang Mogok Kerja Secara Sah;

2) Gubernur Propinsi Papua segera memerintahkan Manajemen PT Freeport Indonesia untuk menjalankan Surat Penegasan Gubernur Papua terkait Kasus Mogok Kerja PT Freeport Indonesia, Nomor 540/14807/SET, Perihal : Penegasan Kasus Mogok Kerja PT Freeport Indonesia, tertanggal 19 Desember 2018;

3) Ketua DPRP segera realisasikan janji kepada perwakilan 8.300 Buruh Mogok Kerja PT Freeport Indonesia untuk membentuk pansus guna menyelesaikan persoalan nasib 8.300 Buruh Mogok Kerja PT Freeport Indonesia;

4) Ketua MRP segera realisasikan janji kepada perwakilan 8.300 Buruh Mogok Kerja PT Freeport Indonesia untuk menyelesaikan persoalan nasib 8.300 Buruh Mogok Kerja PT Freeport Indonesia.

Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.


Jayapura, 28 November 2021

Hormat Kami
LEMBAGA BANTUAN HUKUM PAPUA


Emanuel Gobay, S.H.,MH

(Direktur) 

Narahubung :
082199507613


(Redaksi)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak